BALADA BANJIR



Foto ini diambil seorang rekan saya, disalah satu sudut JPO - kisaran JABODETABEK.

".... dimanapun, kapanpun ... selalu ada sampah"

Btw, masih berlaku nggak yach kalo sampah adalah penyebab utama banjir dimana mana? Atau karena pambangunan yang sedemikian pesatnya, yang lebih banyak tumbuh diatas permukaan tanah, namun pembangunan sarana mengalirnya air terlupakan, atau ada namun tidak sepadan dengan kebutuhannya?

Jika air bisa berbicara, mungkin mereka juga tidak mau terjebak dihutan kota yang penat ini. Mungkin mereka juga tidak mau menjadi monster ganas, yang meyeret puluhan bahkan mungkin ratusan rumah warga yang mereka lalui, bahkan sampai membunuh mahluk yang terseret dijalur mereka yang menderu.

Seandainya kita sebagai air hujan yang turun dengan anggun dan indahnya dari ketinggian awan, bersih berkilau karena pancaran sinar mentari, berharap dapat mendarat di hamparan dedaunan hutan hijau subur nan luas, menelusuri lekuk lekuk dedauan menuju batang pohon hingga mencapai tanah, meresap didalamnya memberi kesegaran bagi banyak kehidupan sekitar.

Kalopun harus terjatuh di hutan kota, berharap bisa mengalir dengan baik menuju lautan lepas, tanpa harus bersaing tempat dengan padatnya kendaraan dan lalu lalang manusia, yang akhirnya menimbulkan kesusahan bahkan bencana dimana-mana.

Tapi apa daya setetes air yang bergerak hanya dengan mengandalkan grafitasi bumi, tanpa bisa mengatur kemana arah yang akan dituju, bahkan tanpa mampu mengatur kecepatan serta jumlah, tujuan air hanya ingin meresap kedalam tanah atau bergabung di hamparan lautan luas.

Jika air dapat mambaca, mungkin mereka sedih, karena dimana mana mereka seolah olah pembawa bencana.

Jangan lewat sana, banjir, air dimana mana, disana sekian meter, disini hingga atap rumah, banyak rumah yamg rusak, jembatan hancur, mobil terseret arus ... dan seterusnya yang selalu buruk karena air.

Apakah ini salah air?
Atau salah sampah yang selalu ada dimana mana?
Atau salah yang membangun kota ini?

Atau karena salah kita semua? yang mungkin sering memikirkan diri sendiri, kepentingan sendiri tanpa peduli kondisi orang lain.

Yang penting saya selamat, selamat dari jabatan, selamat dari kerjaan, selamat dari caci maki, selamat dari himpitan sana sini, ... sebodo amat yang lain susah, bahkan kalo perlu disingkirkan.


Sampah, kenapa kamu bisa ada disana ?

Begitulah nasib sampah, yang tanpa kita sadari menjadi kambing hitam penyebab banjir, bau tak sedap, sumber penyakit dan sebagainya, padahal bukan salah sampahnya, tapi ulah manusianya yang terkadang enggan repot mencarikan tempat yang seharusnya.

Misal kita makan roti, khan bisa donk buangkusnya disimpan dulu dalam saku celana, ndak berat lho, sampai menemukan tempat yang dikhususkan untuk plastik tersebut, tempat buang sampah plastik.

Terbayang nggak, jika dalam hari kerja yang padat, dan semua orang yang keluar dari komuter line, bus way dan kendaraan umum lainnya membuang satu macam sampah tidak pada tempatnya, pasti akan menjadi lapangan luas yang abstrak, akibat ribuan buah tangan yang tak bertanggung jawab, alias jorok, kotor dan tidak sehat tentunya.

Saat turun hujan, jangan salahkan siapa siapa sebab akibatny, jangan ngeluh, nyiyir dan besar bacot, tapi pikirkan apa yang sudah kita lakukan untuk mencegah hal itu terjadi.

Semua itu baru dari sisi sampah, pastinya masih banyak sebab akibat lainya.


......... Bersambung, kalo sudah ada kelanjutan ceritanya.


  






Comments

  1. Banjir semakin dahsyat, memang karena manusianya. Sistem dan pola berpikir yang semakin ga karuan .. banyak orang pintar yang tidak mau berkontribusi ...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Baduy Dalam Cikeusik

Kenapa penting memperhatikan isi tas P3K kita